Suasana tabligh akbar Moonraker Syariah yang dilakukan di Masjid Arrahman Darul Ilmi Dago, Jumat (5/2/2016) malam (Foto By: Pikiran Rakyat Bandung) |
BANDUNG, (PRLM).- Citra negatif sudah kadung melekat pada Moonraker. Disebut sebagai berandalan bermotor, kelompok ini kerap dianggap lebih dekat dengan maksiat. Moonraker Syariah mencoba melawannya. Bukan untuk pencitraan, tapi upaya perbaikan diri selagi masih punya kesempatan.
Dedy Jumena (36) atau yang akrab dipanggil Ebeth masih merinding setiap mengingat perjalanannya ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah umrah. Hari-hari dihabiskan untuk bertafakur. “Saya yang ibaratnya setengah hidup saya ini isinya dosa, bisa sampai ke sini (Tanah Suci). Di sana jadi ingat perjuangan Nabi Muhammad, juga Nabi Ibrahim, malu saya,” ujar pria berkacamata ini.
Ibadah umrah beberapa tahun silam menjadi titik baliknya. Selagi masih punya kesempatan, ia ingin memperbaiki diri. Dari hal-hal mudah, misalnya tidak meninggalkan salat. Seasyik apapun kegiatannya tidak lantas membuatnya meninggalkan salat. Ia mulai meluangkan lebih banyak waktu untuk belajar agama. Semangat memperbaiki diri ini kemudian ditularkan pada teman-teman yang lain. Dari sanalah ide membentuk Moonraker Syariah bermula.
Bersama teman-teman seide itu, Ebeth mencari-cari tempat untuk berkumpul. Lantaran tidak bermukim di satu wilayah, cukup sulit mencari masjid yang mau menampung kegiatan mereka. “Sampai akhirnya kami lagi makan nasi goreng di dekat Terminal Dago. Ternyata di sekat situ ada masjid yang belum jadi, kebetulan kami kenal marebotnya. Setelah minta izin, kami diperbolehkan pengajian di situ setiap Jumat,” tutur Ebeth.
Sekarang kalau azan salat dulu. Hobi tetap jalan, tapi salat enggak ditinggal
Sejak enam bulan lalu secara rutin mereka menggelar pengajian selepas salat Isya. Ustaz diundang untuk berceramah. Tidak sembarang ustaz yang diundang. Hanya ustaz yang bisa ‘berbicara’ dengan anak muda yang akan diundang. Cara penyampaian ini penting menurut Ebeth. Berbicara dengan anak-anak muda, khususnya anggota Moonraker, perlu kepiawaian khusus. Salah cara dikhawatirkan justru membuat alergi. “Kalau isinya menghakimi, malah tidak bisa diterima. Saya juga nggak mau digituin,” kata Ebeth.
Ebeth juga tidak mau pengajian ini terjebak pada aliran-aliran tertentu. Ia ingin pengajian ini bisa dinikmati oleh siapapun. Anak muda, orang tua, anggota Moonraker, anggota kelompok lain, juga masyarakat luas.
“Lumayan efeknya, yang semula datang pakai celana jins bolong-bolong sekarang pakai sarung. Ada yang dulu punya dua tindik, sekarang dilepas satu,” kata Ebeth. Perubahan kecil ini justru menggembirakan. Pertanda masing-masing orang tengah berproses. Ia justru tidak ingin perubahan itu terjadi drastis.
Dua pekan lalu, mereka mengadakan tabligh akbar. Dari jumlah yang hadir, acara ini tergolong sukses. Jika pengajian rutin maksimal hanya 60 orang, hajatan kemarin dihadiri ratusan orang. Setelah kegiatan itu, beberapa orang menyatakan ketertarikannya mengikuti pengajian. “Ada yang ingin datang tapi malu. Mereka berpikir kalau datang pengajian itu ngajinya sudah jago, ilmunya sudah tinggi. Padahal mah nggak. Siapapun boleh datang,” katanya.
Ebeth menyadari, upaya membentuk Moonraker Syariah ini tidak bisa lepas dari prasangka pencitraan. Tapi, ia tidak mau penilaian orang menghentikan upaya untuk memperbaiki diri. “Niatnya lillahitaala. Ini niat kami untuk jadi lebih baik,” ujarnya.
Menjalankan syariat agama, menurut Ebeth, tidak lantas membuat mereka meninggalkan kegemaran mereka mengutak-atik motor. “Bedanya, sekarang kalau azan ya salat dulu. Hobi tetap jalan, tapi salat enggak ditinggal,” ucapnya. (Catur Ratna Wulandari)
Sumber : www.pikiran-rakyat.com
Ikuti Lewat Email
Hai bro, dapatkan artikel terbaru dengan berlangganan melalui email
0 Komentar "Mengubah Citra Buruk Moonraker Melalui Kegiatan Kerohanian"
Silahkan berikan komentar/pertanyaan anda. Komentar yang berisi link tidak akan ditampilkan.Terimakasih.